Krisis Tekstil RI 2025: 5 Pabrik Tutup & PHK Ribuan Akibat Banjir Impor
8 mins read

Krisis Tekstil RI 2025: 5 Pabrik Tutup & PHK Ribuan Akibat Banjir Impor

Bayangkan bangun pagi dan tahu bahwa 3.000 rekan kerja kehilangan pekerjaan bersamaan. Itu bukan mimpi buruk—itu realita industri tekstil Indonesia di 2025. Tekstil RI Berguguran 2025 Banjir Impor PHK 50 Ribu Pekerja adalah headline yang didukung fakta: Lima pabrik tekstil besar resmi tutup sepanjang tahun ini, data Kemnaker mencatat 70.244 PHK nasional hingga Oktober 2025, dan impor tekstil tembus 2,19 juta ton di 2024.

Mari kita bedah dengan data terbaru dari sumber resmi—karena ini bukan sekadar berita, tapi krisis yang sedang berlangsung.


5 Pabrik Tekstil Tutup: Nama dan Fakta Lengkapnya

Krisis Tekstil RI 2025: 5 Pabrik Tutup & PHK Ribuan Akibat Banjir Impor

Data dari Asosiasi Produsen Serat & Benang Filamen Indonesia (APSyFI) per 30 November 2025 mencatat lima pabrik tekstil resmi menghentikan operasional. Ini bukan rumor—nama-nama dan lokasinya tercatat jelas.

Daftar 5 Pabrik yang Tutup di 2025:

  1. PT Polychem Indonesia (Karawang) – Produksi tekstil
  2. PT Polychem Indonesia (Tangerang) – Produksi tekstil
  3. PT Asia Pacific Fibers (POLY) (Karawang) – Serat polyester, tutup permanen Juli 2025 setelah operasi di bawah 40% sejak November 2024
  4. PT Rayon Utama Makmur (Bagian Sritex Group) – Serat rayon
  5. PT Susilia Indah Synthetics Fiber Industries (Sulindafin) (Tangerang) – Serat & benang polyester

Penyebab Utama: Kerugian serius akibat penjualan tidak maksimal di pasar domestik, dengan banjirnya produk impor harga dumping berupa kain dan benang sebagai faktor utama.

Kondisi Sisa Pabrik: Sebelum penutupan, ada 17 pabrik tekstil hulu beroperasi. Kini tersisa 12 pabrik. Yang lebih mengkhawatirkan, 6 pabrik lainnya beroperasi di bawah 50% kapasitas dengan kondisi on-off, dan 5 mesin polimerisasi sudah berhenti produksi.

Untuk industri benang dan kain, penutupan lebih masif: 60 pabrik tutup selama 2022-2025.

Lihat mesin tekstil berkualitas di Panaindustrial.com


Data PHK: 70.244 Orang Per Oktober 2025 (Kemnaker)

Krisis Tekstil RI 2025: 5 Pabrik Tutup & PHK Ribuan Akibat Banjir Impor

Tekstil RI Berguguran 2025 Banjir Impor PHK 50 Ribu Pekerja—angka ini didukung data resmi dari Kementerian Ketenagakerjaan.

Data PHK Nasional 2025 (Kemnaker Satudata):

  • Januari-Oktober 2025: 70.244 pekerja ter-PHK (peserta program JKP BPJS Ketenagakerjaan)
  • Oktober 2025: 1.180 pekerja ter-PHK
  • Januari-September 2025: 69.064 pekerja
  • Januari-Februari 2025: 18.610 pekerja (lonjakan besar karena kasus Sritex)

Peningkatan YoY: Data Oktober 2025 (70.244) lebih tinggi 6.297 orang dibanding periode sama 2024 (63.947 orang).

PHK Khusus Sektor Tekstil:

Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) mencatat 126.160 anggotanya ter-PHK periode 2022-Oktober 2025, dengan 79% atau 99.666 pekerja dari sektor tekstil, garmen, dan sepatu.

Kasus Terbesar:

  • PT Sri Rejeki Isman (Sritex): 10.969 pekerja di-PHK Januari-Februari 2025 setelah pailit
  • 5 pabrik tekstil hulu: 3.000 pekerja terdampak (APSyFI)

Distribusi Geografis PHK (Januari-Oktober 2025):

  • Jawa Barat: 15.657 kasus (22,29% dari total nasional)
  • Jawa Tengah: Posisi kedua (dominan di awal tahun karena Sritex)
  • Jakarta, Riau, Jawa Timur: Menyusul

Banjir Impor 2,19 Juta Ton: Angka Resmi BPS

Krisis Tekstil RI 2025: 5 Pabrik Tutup & PHK Ribuan Akibat Banjir Impor

Kenapa Tekstil RI Berguguran 2025 Banjir Impor PHK 50 Ribu Pekerja terjadi? Jawabannya ada di angka impor yang mencengangkan.

Data Impor Tekstil Indonesia (BPS):

Tahun 2024:

  • Volume: 2,19 juta ton produk tekstil (naik 12% dari 2023)
  • Nilai: US$8,94 miliar (naik 7% dari 2023)

Cakupan Produk Impor: Produk golongan XI (HS code 50-63) meliputi sutra, wol, filamen, karpet, kapas, serat tekstil, kain tenun, kain rajutan, pakaian rajutan, pakaian non-rajutan, hingga pakaian bekas (thrifting).

Negara Asal Impor Utama (November 2024):

  1. China: 42,69% (kontributor terbesar)
  2. Vietnam: 10,48%
  3. Bangladesh: 8,95%

Impor Pakaian Bekas: Periode Januari-Agustus 2025, Indonesia mengimpor 1.243 ton pakaian bekas, lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Mayoritas dari Hong Kong, Taiwan, dan Singapura (80% total impor pakaian bekas).

Tren Dekade Terakhir: Rata-rata impor tekstil 2013-2022: 2,15 juta ton/tahun dengan nilai US$8,8 miliar/tahun. Artinya, impor 2024 berada di atas rata-rata historis.

Masalah Krusial:

  • Harga dumping dari China dan Vietnam
  • Impor ilegal via penyelundupan
  • Under invoicing dan pelarian HS Code
  • Praktik thrifting yang marak

APSyFI mencatat sejak 2023-2024, 60 pabrik tekstil tutup dengan korban PHK mencapai 250.000 orang, dan jika dihitung dengan pengurangan jam kerja, total terdampak mencapai 500.000 orang.


6 Pabrik Terancam: Kondisi Megap-Megap di 2026

Krisis Tekstil RI 2025: 5 Pabrik Tutup & PHK Ribuan Akibat Banjir Impor

Krisis belum berakhir. Sekjen APSyFI Farhan Aqil Syauqi mengungkapkan per 2 Desember 2025, setidaknya ada enam perusahaan terancam tutup hingga melakukan PHK massal tahun depan.

Kondisi 6 Pabrik Ini:

  • Stok produksi menumpuk 1 bulan (normalnya hanya 2 minggu)
  • Operasi on-off: Ada yang stop 3 bulan, jalan 3 bulan, stop lagi—secara kontinyu
  • Lini produksi di bawah 50%: Hanya untuk memenuhi permintaan loyal customer saja
  • Arus kas terjepit: Margin penjualan terus menipis

Akar Masalah: Jika pemerintah tidak mengambil langkah korektif, gelombang kebangkrutan diprediksi berlanjut karena:

  1. Perusahaan tidak bisa menjual produk di pasar domestik
  2. Tidak ada transparansi kuota impor 2026
  3. Tanpa data alokasi impor yang jelas, perusahaan tidak bisa menyusun rencana produksi

Farhan menegaskan: “Enam perusahaan sekarang kondisinya sudah sangat mengkhawatirkan. Tanpa perbaikan struktural, mereka akan menyusul 5 pabrik yang sudah tutup.”

Kata Kunci: Transparansi. Pemerintah punya semua data impor melalui sistem Bea Cukai, tapi data penerima kuota terbesar belum dibuka ke publik.


Dampak Domino: Dari 3,7 Juta Pekerja ke Ekonomi

Tekstil RI Berguguran 2025 Banjir Impor PHK 50 Ribu Pekerja bukan sekadar angka statistik—ini soal masa depan jutaan keluarga Indonesia.

Fakta Industri Tekstil:

  • Penyerapan tenaga kerja: 3,76 juta pekerja langsung (data Kuartal I 2025)
  • Investasi baru Q1 2025: Rp5,40 triliun dengan 1.907 tenaga kerja tambahan
  • Kontribusi ekonomi: 19,28% terhadap GDP sektor industri pengolahan (Q1 2024)

Efek Domino yang Terjadi:

1. Pengangguran Meningkat

  • BPS per Februari 2025: Total pengangguran 7,28 juta orang (TPT 4,76%)
  • Naik 83.450 orang atau 1,11% dibanding Februari 2024
  • Sumber pengangguran dari PHK: 0,77% (data Agustus 2025)

2. Sektor Terdampak Tidak Langsung

  • Kos-kosan di area industri kehilangan penghuni
  • Warung makan, ojek online, minimarket—semua terpengaruh
  • Industri pendukung: Supplier bahan baku, logistik, packaging

3. Ancaman Deindustrialisasi Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyatakan sejak 2019 hingga 2025, lebih dari 220.000 pekerja tekstil ter-PHK. Ini adalah tanda nyata deindustrialisasi—industri besar digantikan impor.

4. Ekspor Menurun Data BPS menunjukkan nilai ekspor tekstil Indonesia turun 0,85% YoY di 2024 menjadi US$3,59 miliar, meskipun volume naik 4,91%. Ekspor tekstil turun 3 tahun berturut-turut sejak 2022.

Kesimpulan: Ketika pabrik tutup, bukan hanya pekerja pabrik yang terdampak. Seluruh ekosistem ekonomi di sekitar pabrik ikut kolaps.


Solusi yang Dituntut Industri

Fakta menunjukkan krisis ini bisa dicegah jika ada kebijakan tepat. Berikut tuntutan dari pelaku industri berdasarkan data dan kondisi aktual:

Action Items Mendesak:

1. Transparansi Data Impor
APSyFI mendesak informasi penerima kuota impor terbesar dibuka ke publik melalui data sistem Bea Cukai. Pemerintah punya akses penuh—setiap barang yang masuk pelabuhan tercatat. Data ini perlu dibuka untuk mengetahui siapa yang mendapat kuota terbesar dan apakah ada penyalahgunaan.

2. Penegakan Hukum Impor Ilegal
APSyFI mengapresiasi Kementerian Keuangan yang berkomitmen menghentikan laju impor ilegal. Investigasi impor thrifting diyakini bisa membongkar praktik kecurangan: “Dalam impor thrifthing itu bisa ketahuan siapa pengimpornya hingga backing-nya,” kata Farhan.

3. Revisi Kebijakan Tata Niaga Impor
Kemenperin sudah menaikkan jumlah HS yang diatur perteknya dari 593 HS (44,51%) menjadi 941 HS (70,65%) sesuai Permendag Nomor 17 Tahun 2025. Namun, pelaksanaan di lapangan perlu diperkuat.

4. Transparansi Kuota 2026
Tanpa kepastian kuota impor 2026, perusahaan tidak bisa merencanakan produksi. Ini urgent untuk mencegah gelombang penutupan pabrik berikutnya.

5. Perlindungan Selektif Industri Lokal

  • Subsidi dan keringanan pajak untuk industri yang terdampak
  • Bantuan modal kerja untuk pabrik yang struggling
  • Insentif ekspor untuk mendorong penjualan ke luar negeri

Yang Sudah Dilakukan:

  • Permendag 36/2023 → diubah jadi Permendag 8/2024 → direvisi jadi Permendag 16-24/2025
  • Peningkatan pengawasan di pelabuhan dan penindakan impor ilegal
  • Investigasi praktik thrifting dan under invoicing

Tantangan: Meski ada perbaikan kebijakan, praktik impor ilegal lewat ‘pelabuhan tikus’ dan backing mafia impor masih menjadi polemik.


Baca Juga 5 Bahaya Teknologi 2025 Dampak dan Solusi yang Diabaikan


Data Bicara, Waktunya Bertindak

Tekstil RI Berguguran 2025 Banjir Impor PHK 50 Ribu Pekerja adalah realita yang terverifikasi:

Fakta Kunci:

  • 5 pabrik tekstil tutup (APSyFI, November 2025)
  • 70.244 PHK nasional Januari-Oktober 2025 (Kemnaker)
  • 99.666 PHK sektor tekstil 2022-Oktober 2025 (KSPN)
  • 2,19 juta ton impor tekstil di 2024 (+12% YoY, BPS)
  • 6 pabrik terancam tutup di 2026 (APSyFI)
  • 3,76 juta pekerja tergantung industri tekstil

Akar Masalah:

  1. Impor tidak terkendali: 2,19 juta ton (2024)
  2. Praktik dumping dan impor ilegal masif
  3. Kurangnya transparansi kuota impor
  4. Penegakan hukum yang belum optimal

Solusi Ada di Tangan Pemerintah:

  • 🔍 Buka transparansi data penerima kuota impor
  • ⚖️ Tegakkan hukum anti-dumping dan impor ilegal
  • 🛡️ Lindungi industri lokal secara selektif
  • 📊 Berikan kepastian kuota impor 2026

Industri tekstil bukan sekadar pabrik—ini tentang 3,76 juta keluarga yang menggantungkan hidup dan kontribusi 19,28% terhadap GDP sektor industri pengolahan. Deindustrialisasi bukan pilihan yang boleh kita terima.


Pertanyaan untuk Kamu:

Dari semua data yang terverifikasi di atas, menurutmu solusi mana yang paling urgent untuk dijalankan segera? Apakah transparansi kuota impor cukup, atau perlu tindakan lebih tegas seperti pembatasan impor selektif?

Share pendapat kamu di kolom komentar—karena diskusi berbasis data itu penting untuk mencari solusi terbaik!